Selasa, 03 Mei 2011

GIZI BURUK

Kekurangan Gizi Masih Mengancam Balita Indonesia
Rabu, 27 April 2011 | 19:01 WIB
Besar Kecil Normal

TEMPO/Nickmatulhuda]
TEMPO Interaktif, Jakarta - Masalah gizi merupakan masalah kesehatan masyarakat di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Di sisi lain, status gizi juga merupakan indikator pencapaian MGDs yaitu menurunkan balita kurang gizi dan konsumsi energi minimal. Gizi dibagi 2 yaitu gizi makro yang terdiri dari protein, karbohidrat, dan lemak, serta gizi mikro yang terdiri dari vitamin dan mineral.
"Masalah mal gizi mikro di Indonesia terutama vitamin A, yodium, anemi," ujar Dr Sandjaja, Kepala Riset Persatuan Ahli Gizi Indonesia saat temu wartawan dalam rangka kerja sama penelitian dengan Frisian Flag Indonesia, Selasa kemarin di Jakarta.

Kekurangan gizi adalah masalah yang membentuk lingkaran setan yang sulit diputus. Karena gizi buruk mengakibatkan kualitas kesehatan yang buruk sehingga mempengaruhi produktifitas seseorang. Sementara produktifitas menentukkan penghasilannya saat bekerja, yang artinya jika produktifitas rendah maka penghasilannya pun semakin rendah dan pada akhirnya menurunkan daya beli makanan bergizi.

"Penghasilan orang kurang gizi hanya 2/3 dari orang yang cukup gizi. Selain itu kurang gizi juga mempengaruhi IQ dan tinggi badan seseorang," ujar Sandjaja.

Berdasarkan riset kesehatan dasar 2010 terhadap anak Indonesia antara 0-4 tahun, lanjut Sandjaja, terdapat 18,4 persen yang mengalami kekurangan gizi. Sebanyak 9,8 persen anak kekurangan yodium, sebanyak 37 persen mengalami tumbuh pendek, dan sebanyak 13 persen anak Indonesia tergolong kurus.

"Permasalahan gizi hampir disemua negara sama yaitu karena konsumsi yang kurang dan penyakit. Konsumsi yang kurang biasanya karena pengetahuan orang tua ataupun akses perolehan makanan bergizi yang sulit," ungkap Sandjaja.

Daerah yang kondisi gizinya terparah di Indonesia adalah Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimatan Barat, dan Papua Barat. Sedangkan daerah yang memiliki gizi paling baik adalah Yogyakarta dan Bali.

"Gizi makro yang paling kurang di Indonesia adalah proteinnya. Sedangkan gizi mikro yang masih kurang adalah vitamin A," pungkas Sandjaja. RENNY FITRIA SARI
GIZI merupakan unsur yang sangat penting di dalam tubuh. Dengan gizi yang baik, tubuh akan segar dan kita dapat melakukan aktivitas dengan baik. Gizi harus dipenuhi justru sejak masih anak-anak, karena gizi selain penting untuk pertumbuhan badan, juga penting untuk perkembangan otak. Untuk itu, orang tua harus mengerti dengan baik kebutuhan gizi si anak agar anak tidak mengalami kurang gizi. Selain itu, orang tua juga harus mengetahui apa dan bagaimana kurang gizi itu.
Tanda kurang gizi
Menurut Dr. Sri Kurniati M.S., Dokter Ahli Gizi Medik Rumah Sakit Anak dan Bersalin Harapan Kita, kurang gizi pada anak terbagi menjadi tiga.
Pertama, disebut sebagai Kurang Energi Protein Ringan. Pada tahap ini, Sri menjelaskan bahwa belum ada tanda-tanda khusus yang dapat dilihat dengan jelas. Hanya saja, berat badan si anak hanya mencapai 80 persen dari berat badan normal.
Sedangkan yang kedua, disebut sebagai Kurang Energi Protein Sedang. Pada tahap ini, berat badan si anak hanya mencapai 70 persen dari berat badan normal. Selain itu, ada tanda yang bisa dilihat dengan jelas adalah wajah menjadi pucat, dan warna rambut berubah agak kemerahan.
Ketiga, disebut sebagai Kurang Energi Protein Berat. Pada bagian ini terbagi lagi menjadi dua, yaitu kurang sekali, biasa disebut Marasmus. Tanda pada marasmus ini adalah berat badan si anak hanya mencapai 60 persen atau kurang dari berat badan normal. Selain marasmus, ada lagi yang disebut sebagai Kwashiorkor. Pada kwashiorkor, selain berat badan, ada beberapa tanda lainnya yang bisa secara langsung terlihat. Antara lain adalah kaki mengalami pembengkakan, rambut berwarna merah dan mudah dicabut, kemudian karena kekurangan vitamin A, mata menjadi rabun, kornea mengalami kekeringan, dan terkadang terjadi borok pada kornea, sehingga mata bisa pecah. Selain tanda-tanda atau gejala-gejala tersebut, ada juga tanda lainnya, seperti penyakit penyertanya. Penyakit-penyakit penyerta tersebut misalnya adalah anemia atau kurang darah, infeksi, diare yang sering terjadi, kulit mengerak dan pecah sehingga keluar cairan, serta pecah-pecah di sudut mulut.
Faktor penyebab
Kurang gizi pada anak, bisa terjadi di usia Balita (Bawah Lima Tahun). “Pedoman untuk mengetahui anak kurang gizi adalah dengan melihat berat dan tinggi badan yang kurang dari normal,” kata Sri. Sri menambahkan, jika tinggi badan si anak tidak terus bertambah atau kurang dari normal, itu menandakan bahwa kurang gizi pada anak buy generic drugs tersebut sudah berlangsung lama.
Faktor Penyebab Kurang Gizi
Sri menjelaskan, ada beberapa faktor yang menjadi penyebab kurang gizi pada anak.
Pertama, jarak antara usia kakak dan adik yang terlalu dekat ikut mempengruhi. Dengan demikian, perhatian si ibu untuk si kakak sudah tersita dengan keberadaan adiknya, sehingga kakak cenderung tidak terurus dan tidak diperhatikan makanannya. Oleh karena itu akhirnya si kakak menjadi kurang gizi. “Balita itu konsumen pasif, belum bisa mengurus dirinya sendiri, terutama ntuk makan,” tutur Sri.
Kedua, anak yang mulai bisa berjalan mudah terkena infeksi atau juga tertular oleh penyakit-penyakit lain.
Selain itu, yang ketiga adalah karena lingkungan yang kurang bersih, sehingga anak mudah sakit-sakitan. Karena sakit-sakitan tersebut, anak menjadi kurang gizi.
Keempat, kurangnya pengetahuan orang tua terutama ibu mengenai gizi. “Kurang gizi yang murni adalah karena makanan,” kata Sri. Menurut Sri, si Ibu harus dapat memberikan makanan yang kandungan gizinya cukup. “Tidak harus mahal, bisa juga diberikan makanan yang murah, asal kualitasnya baik,” lanjut Sri. Oleh karena itulah si Ibu harus pintar-pintar memilihkan makanan untuk anak.
Kelima, kondisi sosial ekonomi keluarga yang sulit. Faktor ini cukup banyak mempengaruhi, karena jika anak sudah jarang makan, maka otomatis mereka akan kekurangan gizi. Keenam, selain karena makanan, anak kurang gizi bisa juga karena adanya penyakit bawaan yang memaksa anak harus dirawat. Misalnya penyakit jantung dan paru-paru bawaan.
Upaya yang harus dilakukan
Bila kekuangan gizi, anak akan mudah sekali terkena berbagai macam penyakit, anak yang kurang gizi tersebut, akan sembuh dalam waktu yang lama. Dengan demikian kondisi ini juga akan mempengaruhi perkembangan intelegensi anak. Untuk itu, bagi anak yang mengalami kurang gizi, harus dilakukan upaya untuk memperbaiki gizinya.
Upaya-upaya yang dilakukan tersebut antara lain adalah meningkatkan pengetahuan orang tua mengenai gizi, melakukan pengobatan kepada si anak dengan memberikan makanan yang dapat menjadikan status gizi si anak menjadi lebih baik. Dengan demikian, harus dilakukan pemilihan makanan yang baik untuk si anak. Menurut Sri, makanan yang baik adalah makanan yang kuantitas dan kualitasnya baik.
Makanan dengan kuantitas yang baik adalah makanan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan si anak. Misalnya, memberi makanan si anak berapa piring sehari adalah sesuai kebutuhannya. Dan akan lebih baik jika memberikan vitamin dan protein melalui susu. Bagi keluarga yang tidak mampu, bisa menyiasatinya, misalnya mengganti susu dengan telur. Kemudian, makanan yang kualitasnya baik adalah makanan yang mengandung semua zat gizi, antara lain protein, karbohidrat, zat besi, dan mineral. Upaya yang terakhi adalah dengan mengobati penyakit-penyakit penyerta. (m-4)
sumber: gizi.net

Read more: http://doktersehat.com/2010/01/03/kurang-gizi-anak-faktor-seba/#ixzz1L0SSwXep

Tidak ada komentar:

Posting Komentar